Hi
Parents..
Kenalkan,
Saya Irene.
Saya
adalah seorang (yah.. katakanlah) pembina siswa yg terpanggil khusus sejak
tahun 2000 untuk berdiam di dunia remaja belasan tahun/SMP-SMU.
Kali
ini saya ingin sekali membagikan sesuatu, tentang fenomena media sosial, yang
makin melekat dengan dunia kita, anak2 remaja n tentunya anak2 kita nantinya
(saya tdk tau berapa tahun usia anak2 yg parents miliki, anak saya, Renata 9th
dan Faith 5th, belum tersentuh media sosial)
Fenomena
Media Sosial memang tidak bisa dibendung.. Dunia semakin terbuka.
Saya
masih ingat, dahulu, jika ada orang ingin bertemu dengan kita, mereka harus
mengetuk pintu rumah kita terlebih dahulu dan meminta ijin orang tua kita untuk
menemui kita. Demikian juga kalo sekedar ingin berbicara, "Bisa bicara
dengan Irene, Om?".
Saat
ini, setiap detik anak atau anggota keluarga kita dihubungi atau berbicara
dengan akrab dengan orang yang sama sekali asing, bisa jadi kita tidak tau.
Tahun
2006, Facebook masuk Indonesia. Saya ingat saya membuat akun FB thn 2007, n
mulai aktif tahun 2008, teman yang punya akun FB yg saya ingat hanya teman2 yg
ada di US.
Tidak
lama kemudian, tahun 2009, FB mulai ramai, berbondong2 teman2 seangkatan kebawah
mulai ber-akun FB n FB mulai seru. Tahun 2010-2011.. saya melihat anak2 usia
ABG/12 tahunan mulai menggunakan FB, diam2/tipu usia. Dan usia mrk skrg ada di
posisi remaja/SMU.
Tahun
2011 itu juga, Twitter mulai booming. Karena akses ke para artis n tokoh2 bisa
lebih mudah. Sangat menarik dijaman itu, bayangkan.. dijaman kita yg sulit
sekali berkomunikasi dengan para artis, di Twitter kita bisa mengikuti kegiatan
mereka dan bersentuhan langsung. Bahkan klo beruntung bisa berkomunikasi.
Para
ABG n remaja yang sebelumnya berada d FB banyak hijrah ke Twitter. Sedangkan
teman2 seangkatan saya, makin banyak di FB, terutama sejak Friendster n
multiply 'kukut'.
Facebook
punya kemiripan n fasilitas 'abadi' dalam menyimpan memori, gabungan antara
blog dan medsos, membuat nyaman karakteristik pengguna yang motivasinya ingin
menyimpan sesuatu layaknya blog, tp masih bs bersosialisasi lebih nyaman
ketimbang blog. Akan tetapi karakteristik angkatan remaja (yg selama ini
berkeliaran disekitar saya), memang berbeda. Bagi saya, Twitter useless, krn
tidak memungkinkan bagi saya untuk menyimpan sesuatu secara rapi dan
sistematis, plus mudah ditengok2 jika butuh. Motivasi saya yang terutama dalam
menggunakan FB adalah blog/diary online, karena pada dasarnya saya seorang
blogger. Yahh.. Paling tdk bs menggantikan Multiply akuuuhh, hehehe.. walau
pada kenyataannya 'notes' FB tak pernah bisa seindah blog seperti Multiply,
Blogspot atau Wordpress. Bahkan Friendster pun blognya lebih menarik krn pakai
basic format blog beneran seperti Blogspot
Twitter,
memang sekarang tidak lagi seperti dulu.
Dua
tahun belakangan ini, fenomena yg terjadi, semua berbondong2 pindah ke
Instagram. Omong2, akun Instagram saya mulai dibuat buat tahun 2011, postingan
pertama 242w yang lalu, Pada awalnya saya menggunakan instagram krn ditahun
itu, instagram lebih mirip dengan aplikasi retouch filter foto. Hanya hasil
fotonya bs disimpan di akun kita dan bs di liat orang luar. Pengguna instagram
(th 2011, hanya pengguna ios yang bs akses), kebanyakan penggemar fotografi.
Akan tetapi IG terus mengembangkan diri, dan saat ini menjadi media sosial
dengan karakteristik visual, yg memanjakan semua kebutuhan visual manusia.
3
tahun belakangan, Instagram, mulai dipenuhi spam, hashtag mulai kacau, pedagang
online mulai masuk dan kacau. hampir semua hashtag, yang dulunya berisi
foto2/karya yang sangat indah dg retouch retro, vintage dll yg mrk lakukan,
mulai dipenuhi dagangan2 online. Instagram hancur, tapi disisi lain juga
menanjak (kasusnya mirip Multiply n FB). Harus diakui pedagang online asia
memang superb, semua peluang dipake.
Yang
membuat saya sedih plus miris, 2 tahun belakangan ini, fenomena yg terjadi..
anak2 remaja mulai berpindah ke instagram, bersamaan dengan para artis juga
banyak migrasi ke IG. IG mulai berbicara. Dan ngga cuma remaja n anak2.. bayi
sekarang pun baru lahir udah punya akun instagram. wewww..!!
Saya
tidak terlalu terganggu ketika adik2 remaja saya aktif di Twitter, segala sepak
terjang mereka masih bisa terlihat. Twitter efek buruknya menghabiskan waktu,
selain krn bicara, juga karena kepo-in artis2 (ato mantan kwkwkwk) yg mereka
follow, atau menularnya cara bicara, trutama kalo ada artis yang attitudenya
jelek.
Instagram
ini adalah media sosial dimana semua orang berkomunikasi melalui foto. Sialnya..
Anda bs upload foto apapun, termasuk foto nude Anda di akun pribadi. Ehh..
mungkin kita tdk begitu, tapi mereka begitu deh.. Dan mereka yang sengaja
upload foto2 ekspose diri/tubuh seperti itu, tentu saja akun mereka tidak di
lock/private seperti akun kita, wong motivasinya supaya dilihat.
Mirisnya..
saat saya lakukan survei kecil2an,.. uhmm.. ahh.. bs diintip aja deh, dari
berapa banyak follower yg 'favorit/like/love' foto yg kita upload d IG, dari
sana udah ketahuan berapa banyak teman kita yang AKTIF instagram. Angkatan
saya? mayoritas ngga punya akun IG, andaikata punya, asal bikin aja tp
penghuninya ngga pernah mampir, kaya orang investasi apartemen gt. wkwkwk..
Tapi
coba tanya remaja sekarang yang pegang HP, akun apa yg mereka punya? hampir 100%
mrk akan jawab, INSTAGRAM!!
Turun
sedikit yokk ke usia anak2.. bukan cm satu atau dua.. coba tengok d IG, usia TK
pun udah punya akun sendiri.
Ini
keterlaluan?? engga, ini wajar, dengan perkembangan jaman.
Yang
saya ingin bicarakan bukan tentang usia. Cepat atau lambat, mereka akan
melangkah kesana/kedunia yg tak terbatas ini. Betul kan? Tapi lebih mengajak
kita untuk lebih melek n aware.
Yang
saya was2kan dari IG:
1.
manusia ini sangat visual, mata menangkap lebih cepat dari indera lainnya, dan
mengirimnya ke otak. Oleh krn itu Kitab Suci mengangkat contoh utama
"Mata", "jika membuat kita jatuh dan tdk selamat, mending
dicungkil n dibuang", bukannya anggota tubuh lainnya.
2.
hal visual ini didukung dengan terbukanya semua budaya d belahan dunia. yang
menyebabkan budaya2 yg tdk nyaman bagi kita ini, masuk menjadi konsumsi kita
juga.. Riwa riwi dengan mudahnya di halaman search IG kita. seperti: LGBT,
mengumbar dada, narkoba, okultisme..
Sekali
Anda mengakses Instagram, Anda akan disajikan lebih dari milyaran foto2
pengguna dari seluruh penjuru dunia di planet ini, dengan berbagai latar
belakang kehidupan mereka.
-
Suicide
-
Cutting / Self-harm
-
Sex
-
Pornography
-
Masturbation
-
Eating disorders
-
Drug & alcohol use
-
Profanity
-
The occult
Tidak
percaya? Cari saja..
3.
di FB, 'search' sangat terbatas (untuk saat ini), masih keluar akun saja.
Twitter? mudah, dengan hashtag, akan tetapi apalah arti cuap2.. yg menular cm
cara bicara saja.
Bagaimana
dg IG? hanya dengan "search", semua gambar dg hashtag kata itu akan
keluar.
Saya
tau betul, bbrp saat kmrn, bahkan sampai saat ini, kita terfokus pada
pengamanan search engine. Its oke.. itu perlu. Akan tetapi, mungkin kita
kelewatan yang ini, yang justru lebih parah.. yang justru hampir selalu di akses
remaja sekarang melebihi google, yaitu Instagram.
Kebanyakan
orang tidak pernah tau, saat kita ketik d google, yg nongol sangat bervariatif.
Tapi, jika Anda membandingkannya dengan mengetik kata yg sama di Instagram,
Anda mungkin akan kaget dengan hasilnya. Lebih to the point n gamblang daripada
Google.
4.
Di facebook ada yang namanya "Beranda", di Instagram juga. Gawatnya,
bukan hanya foto2 dari teman yg kita follow yang akan muncul lewat di sana.
Jadi jika teman kita atau teman anak kita memfollow akun okultisme atau akun
dengan konten foto2 porno, foto2 ini bisa jadi akan lewat juga di tawarkan
disana untuk dikunjungi. Saat anak mengklik foto tersebut dan menengok akunnya,
disana akan tersaji konten2 sejenis.
5.
Berbeda dengan Facebook, di Instagram, tidak perlu memfollow untuk mengakses
konten yang dicari.
Dear
parents..
cuman
mau ngasih tau.. Instagram, berkali2 lipat lebih berbahaya n dahsyat dibanding
search engine. Karena sifatnya to the point, gamblang dan diakses rutin oleh
pengguna layaknya berkomunikasi. Percayalah.
Anda,
sebagai orang tua.. yang mengatakan
"Aku
tidak suka medsos2an",
"aku
ga punya akun IG",
"aku
ga doyan begituan"..
Please..
meski tdk suka, meski "bukan gw banget", tapi anak2 Anda tidak
begitu. Dunia mereka adalah dunia eksis, yakni dunia remaja bak dunia remaja
kita dulu, tapi mereka terfasilitasi maksimal (tidakkah kau berpikir tentang
garda pengaman sedikitpun?)
Pada
kenyataannya, coba survei sekeliling kita,
-
berapa banyak anak2/remaja d sekitar kita yg memiliki ponsel?
-
akun medsos apa yg mereka punya? aku yakin salah satu jawabannya IG, sampe mba2
di pasar atau org yg tidak berpendidikan dg baikpun, klo sekedar akun IG mereka
punya loh..
-
coba pikirkan, kata2 apa yang biasanya menjadi tanda tanya n bikin penasaran anak2
atau remaja? yang paling memungkinkan untuk mereka cari? "seksi/sexy?
cium/kiss? sex?"
Atau
yg lagi marak, LGBT, gay, lesbi, biseks, transeksual..
Waktu
ramai LGBT, Renata pernah bertanya apa itu LGBT, n apa itu gay loh.. jd
asumsinya, jika dia punya akun IG dan memutuskan mencarinya di IG, ya yang akan
menjadi jawabannya adalah gambar2 yg silahkan Anda ketik sendiri di IG Anda.
(Jangankan kata2 seperti itu, kata "Girl" gt aja, yg keluar segala
foto dg thema girl, baik dg deskrisi "anak perempuan" sampe
"girl" sebagai object).
Bagaimana dengan anak Anda? ponakan Anda? Adik remaja Anda??
Bagaimana dengan anak Anda? ponakan Anda? Adik remaja Anda??
Siang
tadi, salah satu guru di sekolah Renata mengeluh, ada satu anak kelas 2 SD yang
barusan menciumi n memeluk secara ga wajar teman2 sekolahnya. Selidik punya
selidik, dia pernah mengetik kata "cium" (iseng aslinya). Sudah 1
tahun berlalu, akan tetapi masih membekas di ingatannya berbagai macam gambar n
tayangan yg muncul di matanya saat itu.
Mungkin
kita terlalu mengabdi pada tugas kita sebagai orang tua, sehingga malah
berpeluang kelolosan hal2 yang anak2 kita ikuti/konsumsi.
Media
sosial bukan hal yg harus kita benci, bukan hal yg bisa kita responi dg apatis.
Media sosial bukan tentang suka atau tidak.
Baiklah.
Akan jd suka atau tidak jika hanya menyangkut diri kita. Tetapi saat menjadi
'policeman' atas anak2 n keluarga kita, masih bisakah kita bicara tentang
suka/tidak, gaptek/tidak, mau tau/tdk mau tau??
Yukk..
parents.. lebih aware lagi
Just
share. Peace ^^
Best
Regards,
Irene